Selasa, 27 November 2012

Sinopsis "Biarkan dia tertawa"



“Biarkan dia tertawa” mengisahkan drama kehidupan keluarga kecil, yaitu keluarga Bapak Anjar. Kisah bermula disaat Pak Anjar mendapatkan pekerjaan lebih layak dikota.
Pak Anjar dengan latar belakang buruh kasar begitu bahagia luar biasa ketika salah satu dari puluhan surat lamarannya diterima.
Sabila, Istri dari Pak Anjar memiliki riwayat penyakit kanker kelenjar getah bening stadium lanjut.
Anak sulung mereka baru masuk sekolah dasar pada tahun itu, sedangkan anak keduanya baru masuk Taman Kanak-kanak dan si bungsu baru bisa berjalan sebulan kemarin.
Tuntutan pekerjaan membuat mereka terpaksa pindah ke kota, meskipun sebatas nge-kos.
Seakan mereka “tak boleh” bahagia, baru satu minggu pindah ke kota, penyakit Sabila yang selama ini terdiam muncul kembali dengan mendadak.
Dengan segera Sabila dilarikan ke puskesmas terdekat dengan mengendarai angkot tetangga oleh Pak Anjar.
Namun seolah memang mereka “tidak pantas” bahagia, belum juga sampai di puskesmas, Sabila menghembuskan nafas terakhir didalam angkot.
Segera jasad Sabila dipulangkan ke kampung dengan harapan ada yang mengurusnya.
Pak Anjar segera kembali pulang ke kos-kos-an untuk menjemput anak-anaknya yang masih terlelap.
Mereka menaiki bus Patas ber AC dengan maksud agar segera sampai ke kampung halaman.
Didalam bus, Si Sulung dan si Bungsu asyik bermain petak umpet disela-sela tubuh orang dewasa sambil berteriak girang.
Beberapa penumpang yang nampak begitu suram wajahnya pun melontarkan protes kepada sang Bapak, “Pak, tolong ya anaknya diatur, disini kan penumpang juga ingin tenang, sudah capek pulang kerja, eh.. masih ada saja yang ganggu.”
Lalu sang bapak sambil menggendong putri keduanya pun menjawabnya dengan senyum, "maaf ya mas? ibu mereka baru saja meninggal sore ini, dan saya belum mengatakan hal ini ke mereka, nanti begitu sampai rumah saya akan mengatakannya, biarlah mereka merasakan kegembiraan yang menjadi hak mereka, karena saya merasa mereka akan banyak kehilangan kegembiraan setelah tahu bahwa ibu yang biasa mengasuh mereka dan menyayangi mereka setiap saat sudah tidak bersama mereka lagi selamanya,, mas tidak keberatan kah, kalau mereka bermain sebentar saja di bus ini?".
Laki-laki itu terhenyak kaget, terharu, merasa bersalah. Dia termenung melihat fenomena didepannya. Ia ingat kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat kepada ibunya, dan sejurus kemudian sambil meneteskan air mata lelaki itu meminta maaf kepada bapak Anjar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar